Ranah Hati
Aku duduk termenung ditempat tidur ku . Ahh..
kenapa harus gaun ini lagi yang ku pakai, pikir ku . Sebuah gaun hitam konyol
yang masih terbungkus plastik laundry ketika aku menariknya dari lemari . Aku
terbayang ketika terakhir kali menggunakannya, hari dimana ibuku telah memulai
tidur panjangnya sampai pada hari mereka akan di bangkitkan . Ayah dan Ryan
pasti juga teringat akan saat itu, namun kurasa mereka tidak membicarakannya .
Karena aku tahu sifat mereka, mereka adalah orang-orang yang kuat menahan
kesedihan . Yah walaupun aku tahu terkadang mereka terlihat memaksakan diri
hanya untuk menghibur ku . Terima kasih .
Sekarang kami tidak seharusnya mendapati
rumah kami penuh dengan orang asing setelah pemakaman kak Rafly . Sekarang
seharusnya kami sedang beristirahat di rumah setelah acara pemakaman yang cukup
melelahkan ini . Ayah menyuruhku dan Ryan untuk membagikan air mineral kemasan
pada orang-orang yang duduk membentuk lingkaran di ruang tamu ku__yang sekarang
sudah kosong melompong dari sofa dan meja serta barang lainnya . Hanya ada
sebuah karpet bulu yang agak kotor karena kami tidak pernah mengurus ataupun
mencucinya sejak__ yah, sejak ibu tiada .

Aku merasa sangat lelah menghadapi semuanya
sekarang . Jadi aku berlari ke atas menuju kamar untuk mendapatkan suasana yang
tidak terlalu sendu seperti di lantai bawah, pikir ku . Namun aku lupa kalau
kamar ku dan Kak Rafly itu berseblahan . Tergoda aku untuk membukanya . Yahh...
Sekarang aku telah berada didalam kamar yang kemarin malam masih dipakainya
untuk melepas lelahnya . Ku tatap setiap detail barang-barang di sana . Tatapan
ku lalu tertuju kepada sepasang sepatu roda berwarna biru tua . Disana tertulis
di pinggir sepatu itu, RAFLY . Seberkas ingatan berkelebat dalam pikiran ku,
ketika untuk pertama kalinya kak Rafly mengajarkan ku menggunakan sepatu roda .
Aahh... Air mata kembali menetes, dengan cepat aku mengusapnya dengan lengan
gaun hitam konyol itu . Aku tidak tahan,
aku memilih keluar dari kamar kakak laki-laki ku itu . Aku mengurungkan niat
untuk berdiam diri di kamar ku . Jadi aku hanya masuk untuk mengambil sepatu rodaku
yang bewarna biru muda . Dengan cepat aku turun ke bawah melewati orang-orang
yang menyuarakan bacaan doa-doa yang seperti memburu telinga ku . Lekas ku
pakai sepatu roda ku, pergi menuju rumah April di tengah hujan yang semakin
deras . Aku menangis di tengah hujan, air mata dan hujan membasahiku .
Sesampainya di rumah April, aku bergegas masuk dan berlari menuju kamarnya .
Aku menemukannya sedang bersiap-siap ke rumah ku dengan membawa sebuah buku
kecil, dan aku tau itu adalah apa . Itu surah Yasiin, surah yang di bawa oleh
setiap orang yang berdatangan ke rumah ku . Melihat aku berdiri di pintu
kamarnya seperti seekor kucing kebasahan dan menggigil, April segera berlari
dan memelukku . Aku menangis tersedu-sedu di pundaknya . Sekarang April juga sedang
memakai gaun yang sama dengan ku . Gaun hitam yang telah basah karena air mata
dan air hujan yang ada di tubuh ku . April memelukku erat sekali, seakan tak
ingin melepasku untuk menangis di tengah hujan deras sore ini . April memang
sahabat terbaikku . Kami berdua saling bahu membahu dalam mengatasi masalah
yang kami alami . Apalagi masalah berat seperti ini . Tuhan.. Aku lelah, aku
merasa seperti akan pingsan .
Aku terbangun dalam kamarku, dari wajah ayah
ku terlihat jelas bahwa dia sangat mencemaskan ku . Gurat-gurat kelelahan
terpancar dari matanya, “Ryn, kamu sudah bangun sayang ? Syukur Alhamdulillah,
ayah dan Ryan sangat cemas” katanya padaku . “Ryn tidak apa-apa kok Yah, Ryn
hanya sedikit lelah” kataku berbohong pada Ayah, karena sebetulnya kepala ku
masih sangat berat dan pusing . “Maafkan ayah yang terlalu sibuk tadi, sehingga
kurang memperhatikan mu dan Ryan” . Ku tatap wajah ayahku sekali lagi, “Ayah
tidak salah, tidak perlu minta maaf seperti ini” kataku lembut pada ayah . Aku
tau selama ini ayah berjuang untuk ku, kak Rafly, dan Ryan . Karena dulu
sebelum ibu meninggal dan masih di rawat di rumah sakit, ayah selalu berusaha
agar terlihat tenang dan ceria didepan kami semua . Padahal dalam hati ia
sangat sangat tau bahwa semakin hari keadaan ibu semakin parah serta memburuk .
Dia terlihat sangat memaksakan diri “Ayah jangan di paksakan, menangislah jika
Ayah memang ingin menangis, Ryn tau kita harus terus melangkah ke depan . Namun
Ryn rasa terkadang dengan menangis kita dapat meringankan sedikit beban yang
kita rasakan “ . Ayah menatap ku lekat-lekat, dia terdiam sejenak, lalu
memelukku . “Ayah minta maaf jika ini semua salah ayah, sejak ibu tiada ayah
bingung ingin melakukan apa . Tapi kamu harus tau Ryn, ayah akan selalu
menyayangi kalian” ayah berkata seperti itu di pundakku dan mulai menangis .
Dalam hati aku memohon pada Tuhan agar kami semua bisa tabah dan terus
menjalani kehidupan di dunia . Amin .

Hari ini aku masuk sekolah lagi, sudah
seminggu lamanya aku tidak masuk . di sekolah, banyak teman dan guru-guru yang
menanyakan keadaan ku sekeluarga . Jujur aku masih belum sembuh benar dari luka
ditinggal ibu ku, sekarang kakak ku tersayang mendapat giliran dipanggil oleh
tuhan . Oleh karena itu lah aku menjawab semua pertanyaan mereka hanya dengan
anggukan kecil . Saat aku berjalan menuju
kelas, aku melewati ruangan klub sepakbola . Disana terpampang wajah
para pemain inti klub sepakbola sekolah ku, KARINIAR School . Dan disitu juga
ada seseorang yang wajahnya begitu ku kenal . Pada barisan kedua dengan nomor
baju 7 sedang tersenyum lebar dengan kedua tangan memegang sebuah piala
kemenangan . Aku menatap foto itu dengan sangsi, air mata ku kembali tumpah .
Aku terduduk lunglai, didepan mata ku banyak orang yang lewat didepan ku . Ada yang berhenti sejenak untuk melihat ku,
namun ada juga yang begitu sja melewati ku seakan aku tak ada . Tiba-tiba
kulihat sebuah sepatu cads berwarna
merah berhenti agak lama di depan ku . Kuangkat wajah ku untuk melihat . April
. Dia menatapku sendu, ia lalu mengulurkan tangan nya pada ku . Aku diam saja
tidak bergeming atau bergerak sedikit pun . Ia lalu memaksa ku, sifat keras
kepalanya muncul . Ditariknya tangan ku yang lemah dengan paksa . Dipaksanya
aku berlari menuju kelas bahasa Prancis ku hari ini .
Didalam kelas ku sudah ada Monsieur Dufrage yang
duduk manis dengan rambut klimis dan kacamata bulatnya . “ Excusez-moi, Monsieur. (Maaf pak)” kata April dengan aksen
Prancis-nya yang sangat sempurna . Tak heran jika dia menjadi murid kesayangan
Monsieur Dufrage “Oh iya..iya.. silahkan masuk” katanya dengan bahasa Indonesia
nya yang masih belepotan . Sebenarnya berada dalam kelas bahasa Prancis selama
dua jam pelajaran bagaikan dua tahun bagi ku . Monsieur Dufrage lebih
bercakap-cakap bahasa Prancis bersama April . Ketika berbicara dengan April,
fikirannya menerawang jauh kembali ke masa lalunya . Aku berjalan dengan
lunglai ke mejaku, membenamkan wajah ku kedalam lingkupan tangan ku sampai
waktu istirahat tiba . Dan memikirkan apa yang bisa ku perbuat sekarang .

Akhir-akhir ini aku sering melihat april
melamun, tubuhnya terlihat lebih kurus dari biasanya, apalagi kantong matanya,
jelas sekali ia terlihat jarang tidur dan istirahat ketika kutanya jawabannya
hanya berupa gelengan “ Aku gak apa-apa kok Rin.. Sebaiknya kamu mencemaskan
dirimu sendiri “ katanya berusaha meyakinkan ku .
Telah dua bulan sejak kematian kak Rafly,
kami sekeluarga mulai merasa leboh baik . Tapi bukan berarti kami telah
melupakan kak Rafly . Terkadang ada rasa hampa dan kekosongan dalam hati ku .
Kak Rafly dan Ibu . Ya, mereka lah yang membuat sebuah kekosongan di hati ku .
Kekosongan yang takkan pernah terisi lagi . Sekarang hati ku hanya Ryan, Ayah
serta Tuhan ku . Allah SWT .
Walaupun begitu sampai sekarang aku masih
menolak jika Ryan, Ayah dan april mengajak ku untuk ke makam ibu dan Kak Rafly
. Aku sendiri belum tau apa alasan ku menolaknya, padahal dalam hati aku sangat
merindukan mereka . Hanya saja kurasa, pergi ke makam mereka hanya akan membuat
ku sedih secara berlarut-larut .
Akhir-akhir ini April jarang masuk sekolah .
Bahkan dia sering alpa latihan basket, padahal di klub basket putri, dia lah
yang paling rajin masuk dan tidak pernah alpa . Aku sangat heran dengan
perubahan fisik dan kelakuannya . Meski pada ku ia tidak pernah kasar, namun
kenapa dia membolos latihan klub basket . Aku merasa agak jengkel dengannya,
karena sebulan lagi akan ada pertandingan basket putri antar sekolah . Sampai
pada suatu hari aku bertengkar dengannya .
“Hari ini hujan deras sekali Ryn... kita
berteduh disini saja yah” katanya seraya menarikku menuju sebuah .
“Dua tahun lalu, ketika hawa dingin seperti
ini ibumu pasti akan membuatkan kita berdua coklat panas . Lalu kita duduk
berimpitan di depan perapi__” kata-katanya terhenti karena aku membekap
mulutnya . “Tolong April berhenti membicarakan itu “ kataku agak berteriak
padanya . “Kenapa Ryn..? kau selalu saja menolak jika aku membicarakan hal
tentang ibumu maupun Rafly “ katanya masih ngotot bahwa dia tidak bersalah . “
Terserah aku kapan aku ingin membahasnya jika aku memang menginginkannya,
tetapi aku tidak ingin . Dan kau tahu
itu “ kata ku, suara ku mulai meninggi . “ Lalu kenapa kau tidak
membicarakannya ? Kau pecundang Ryn “ katanya dengan suara yang masih
tenang-tenang saja . “ Kau.. kenapa kau jarang masuk sekolah ? Pertandingan
basket tidak lama lagi..!!! Kenapa? Kau takut kalah ? Pecundang “ .
“Itu bukan urusan mu Ryn “ suaranya tidak
lagi tenang . “Kenapa ? lalu kenapa kau mengurus yang bukan urusanmu hah..?”
kataku tidak sabar . “ Baik kalau itu maumu ! “ April berkata seperti itu
seraya beranjak pergi, dia berlari di tengah hujan . Awalnya aku ingin
mengejarnya, namun sifat egois ku muncul . Aku berbalik untuk pulang, walau
ditengah derasnya hujan .
Tiba-tiba sebuah mobil berhenti disamping ku
“Ayo naik, kau pasti butuh tumpangan saat hujan seperti sekarang . Apa kau Ryn
? “ kata seorang ibu yang sepertinya seumuran dengan ibu ku . “ Ya. Tapi maaf,
darimana anda tau ? “ kataku sedikit penasaran “Oh aku sering melihatmu di
rumah April, rumah ku di depan rumah April “ katanya sambil mempersilahkanku
masuk ke mobil nya .
“Kau dari mana ? “ tanyanya . “Dari sekolah “
jawabku singkat . “Apakah tidak ada yang menjemputmu ?” tanyanya lagi . “ Ayah
ku sibuk “ aku tau ini tidak sopan untuk dikatakan, tapi aku benar-benar malas
berbicara sekarng .
“ Apakah ibumu tidak cemas ? “ . Hati ku
mencelos . Awalnya aku tidak mengatakan apapun . Aku benci saat hal seperti ini
terjadi . Aku ingin wanita itu menghentikannya, namun ia masih terus menyetir
sambil sesekali menatap ku, menunggu jawaban ku .
“Tidak,” kataku. “Dia tidak akan keberatan.”
Kataku dengan suara kecil hampir terdengar seperti bisikan . Namun wanita it
tetap mendengarnya .
“Sungguh? Aku pasti akan cemas jika aku
sekarang yang jadi ibumu” . katanya lagi . Ia tidak sadar, benar-benar tidak
tau jika pertanyaannya itu menusuk-nusuk hati ku . “ Yah, ibu ku sudah tidak
ada,” jawab ku . “Maksudku hanya ada Ayah yang mengurusku .
“Mereka bercerai ? “ tanyanya lagi .
Aku menggeleng .
“Oh, Aku mengerti . Yah maafkan aku”. Ia
mengulurkan tangan dan menepuk lutut ku . “Itu buruk sekali . Apa yang terjadi
padanya ?”
Aku hanya menatap kosong ke arah jalanan yang
penuh hujan dan berkilat-kilat, lalu aku menunduk menatap kaki ku .
“ Maaf. Kalau kau tidak ingin
membicarakannya, tidak apa-apa .” Namun secara tak terduga aku mendengar suara
ku sendiri yang berkata “Kanker,” kemudian aku menceritakannya . Bagaimana itu
terjadi . Bagaimana hal itu datang dengan cepat dan di saat bersamaan rasanya
seperti selamanya, bagaimana hari-hari terasa lama namun juga cepat . Bagaimana
Ibu yang tidak pernah memeriksakan diri . Bagaimana selama bertahun-tahunia
tidak pernah ke dokter karena ia merasa baik-baik saja, atau menurutnya
demikian . Ibu dan Ibunya April dulu sering bercanda akan hal itu, bagaimana
mereka berniat tidak akan check-up ke dokter ataupun rumah sakit .
Hari itu di taman ibu mengatakan pada
keluarga ku pada saatia akhirnya check-up__ketika ibu ku menyadari ada sesuatu
yang aneh dalam dirinya, bahkan sebenarnya ia kelelahan dan lemah itu bukan
karena dia bekerja hingga larut malam atau karena usianya semakin tua . Tapi
karena dia mengidap kanker ganas yang telah menyebar dari hati kemudian ke
limpa nya dan sudah mulai menjalar ke tulangnya . Ke semua organ . Ia tidak
punya banyak waktu lagi, walaupun mereka mengira mungkin...awalnya...sesuatu
bisa di lakukan . Tapi pada akhirnya memang tidak ada yang bisa dilakukan . Aku
dan yang lain sudah pasrah akan kehendak tuhan .

Telah seminggu lamanya aku tidak melihat April, aku tidak tahu apa yang terjadi padanya . Hingga pada suatu malam ayah membangunkanku “ Ryn, tadi ibunya April menelpon . Dia meminta kamu datang ke rumah sakit, April keadaannya kritis . Dan ibunya merasa dia...........tidak akan lama lagi “ kata Ayah padaku dengan suara tercekat . Aku tahu ayah sudah menganggap April anaknya sendiri . Aku bergegas ke rumah sakit bersama ayah, malam ini hujan deras disertai petir yang bersahut-sahutan . Aku tidak merasa kedinginan sedikit pun, bahkan tubuh ku terasa panas . Tuhan selamatkan sahabatku.. lirih ku dalam hati .
Sesampainya di rumah sakit aku berlari menuju
Nyonya Frank (Ibu April) aku memeluknya erat . Lalu kulirik April, matanya
mengedip lemah . Ku peluk tubuh lemahnya, menangis sejadi-jadinya . “Mengapa
kau tidak bilang pada ku ?, harusnya kau bilang pada ku” . Tangisku berubah
menjadi tangisan marah . Tiba-tiba aku menyadari sesuatu, rambut April tak ada
. Tuhan bantu dia, kumohon . Ku peluk April lebih erat lagi, ku genggam
tangannya . Tiba-tiba kurasa tubuhnya seperti ingin jatuh, lalu ia berbisik
lirih di telinga ku “ Maafkan aku Ryn, boleh aku minta tolong sesuatu pada mu
?” . Mendengar itu aku mengangguk dengan cepat . Dan dia berkata lagi
“Menangkan pertandingan basket itu untuk ku....” Aku kembali mengangis,
kugenggam tangannya lebih erat . Ada yang aneh, tangannya dingin sekali . Ku
lepaskan pelukan ku, ku tatap wajahnya . Matanya tertutup dengan tenang,
wajahnya tersenyum . Dokter yang di sebelahku memeriksa denyut nadinya . “Ia
telah tiada “ kata dokter itu . Ayahku langsung berkata “Innalillahi wainna
ilaihi rojiun “ . “Tidakkk..... Aprill bangun..!!!!”

Hari ini aku kembali memakai gaun hitam
konyol ku.... Untuk yang ketiga kalinya . Kulihat kembali orang-orang asing
itu, sama persis pada waktu kematian Kak Rafly . Namun pada hari itu aku masih
bisa pergi berlari menuju rumah April untuk menangis di pundaknya . Sekarang
Ryan lah yang memelukku, karena sekarang dia sudah lebih tinggi satu centi dari
ku . Selamat tidur panjang April .

Hari ini pertandingan basket antar sekolah di
mulai, aku memang tidak sepandai April bermain basket . Namun aku telah
bertekad untuk memenangkan pertandingan ini . Ku lihat di kursi penonton, ada
ayah dan ibu April . Juga ada ayah dan Ryan . Serta ada ibu, kak Rafly, dan April yang sedang
tersenyum pada ku . Ku mulai pertandingan ini dengan “Bismillah” . Pertandingan
telah berjalan kurang lebih 10 menit, aku telah memasukkan 2 bola ke ring lawan
. Namun lawan ku pun telah memasukkan 2 bola juga ke ring ku . Sisa 5 menit
lagi, aku akan memenangkannya April . Ku bawa bola itu menuju ring lawan dan ku
pantulkan ke papan ring dan.... yeeaaaahh... Masuk, permainan telah berakhir .
Sekolah ku memenangkannya . Aku berlari membawa piala ini ke makam April,
sesampainya disana “April, aku memenangkannya, piala ini ku menangkan untuk mu”
kata ku bersemangat . Aku kemudian menuju makam ibu ku “Ibu, aku tahu ibu tidak
terlalu menyukai perempuan yang bermain basket . Namun aku melakukan ini untuk
mewujudkan cita-cita April” kataku seraya menaruh sebuah karangan bunga
berwarna putih kesukaan ibu . Aku lalu berjongkok di samping makam kak Rafly,
“Kak aku sudah makin mahir bermain sepatu roda, bahkan aku sudah mulai
mengajari Ryan . Terima kasih ya kak .” Ukkhh air mata ku mulai menetes, namun
cepat-cepat ku hapus .
Tuhan jagakan ibu, Kak Rafly, dan April ya..
Ibu, kak Rafly, April... doa ku disini tidak
putus untuk kalian .....
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar