Minggu, 07 Oktober 2012

Cerpen Andiny


          Ranah Hati
Selalu seperti ini, dan mengapa juga harus selalu seperti ini . Aku benci suasana seperti ini . Rintik-rintik kecil hujan namun besar suaranya . Mendung juga belum mau pergi disini, dari sini, dari kota tempat ku tinggal, serta dari hati ku yang makin lama makin kelabu karena selalu tergerus kesedihan mendalam secara berturut-turut sejak dua tahun terakhir ini .

  Aku duduk termenung ditempat tidur ku . Ahh.. kenapa harus gaun ini lagi yang ku pakai, pikir ku . Sebuah gaun hitam konyol yang masih terbungkus plastik laundry ketika aku menariknya dari lemari . Aku terbayang ketika terakhir kali menggunakannya, hari dimana ibuku telah memulai tidur panjangnya sampai pada hari mereka akan di bangkitkan . Ayah dan Ryan pasti juga teringat akan saat itu, namun kurasa mereka tidak membicarakannya . Karena aku tahu sifat mereka, mereka adalah orang-orang yang kuat menahan kesedihan . Yah walaupun aku tahu terkadang mereka terlihat memaksakan diri hanya untuk menghibur ku . Terima kasih .
  Sekarang kami tidak seharusnya mendapati rumah kami penuh dengan orang asing setelah pemakaman kak Rafly . Sekarang seharusnya kami sedang beristirahat di rumah setelah acara pemakaman yang cukup melelahkan ini . Ayah menyuruhku dan Ryan untuk membagikan air mineral kemasan pada orang-orang yang duduk membentuk lingkaran di ruang tamu ku__yang sekarang sudah kosong melompong dari sofa dan meja serta barang lainnya . Hanya ada sebuah karpet bulu yang agak kotor karena kami tidak pernah mengurus ataupun mencucinya sejak­__ yah, sejak ibu tiada .
  Aku merasa sangat lelah menghadapi semuanya sekarang . Jadi aku berlari ke atas menuju kamar untuk mendapatkan suasana yang tidak terlalu sendu seperti di lantai bawah, pikir ku . Namun aku lupa kalau kamar ku dan Kak Rafly itu berseblahan . Tergoda aku untuk membukanya . Yahh... Sekarang aku telah berada didalam kamar yang kemarin malam masih dipakainya untuk melepas lelahnya . Ku tatap setiap detail barang-barang di sana . Tatapan ku lalu tertuju kepada sepasang sepatu roda berwarna biru tua . Disana tertulis di pinggir sepatu itu, RAFLY . Seberkas ingatan berkelebat dalam pikiran ku, ketika untuk pertama kalinya kak Rafly mengajarkan ku menggunakan sepatu roda . Aahh... Air mata kembali menetes, dengan cepat aku mengusapnya dengan lengan gaun hitam konyol itu  . Aku tidak tahan, aku memilih keluar dari kamar kakak laki-laki ku itu . Aku mengurungkan niat untuk berdiam diri di kamar ku . Jadi aku hanya masuk untuk mengambil sepatu rodaku yang bewarna biru muda . Dengan cepat aku turun ke bawah melewati orang-orang yang menyuarakan bacaan doa-doa yang seperti memburu telinga ku . Lekas ku pakai sepatu roda ku, pergi menuju rumah April di tengah hujan yang semakin deras . Aku menangis di tengah hujan, air mata dan hujan membasahiku . Sesampainya di rumah April, aku bergegas masuk dan berlari menuju kamarnya . Aku menemukannya sedang bersiap-siap ke rumah ku dengan membawa sebuah buku kecil, dan aku tau itu adalah apa . Itu surah Yasiin, surah yang di bawa oleh setiap orang yang berdatangan ke rumah ku . Melihat aku berdiri di pintu kamarnya seperti seekor kucing kebasahan dan menggigil, April segera berlari dan memelukku . Aku menangis tersedu-sedu di pundaknya . Sekarang April juga sedang memakai gaun yang sama dengan ku . Gaun hitam yang telah basah karena air mata dan air hujan yang ada di tubuh ku . April memelukku erat sekali, seakan tak ingin melepasku untuk menangis di tengah hujan deras sore ini . April memang sahabat terbaikku . Kami berdua saling bahu membahu dalam mengatasi masalah yang kami alami . Apalagi masalah berat seperti ini . Tuhan.. Aku lelah, aku merasa seperti akan pingsan .
   Aku terbangun dalam kamarku, dari wajah ayah ku terlihat jelas bahwa dia sangat mencemaskan ku . Gurat-gurat kelelahan terpancar dari matanya, “Ryn, kamu sudah bangun sayang ? Syukur Alhamdulillah, ayah dan Ryan sangat cemas” katanya padaku . “Ryn tidak apa-apa kok Yah, Ryn hanya sedikit lelah” kataku berbohong pada Ayah, karena sebetulnya kepala ku masih sangat berat dan pusing . “Maafkan ayah yang terlalu sibuk tadi, sehingga kurang memperhatikan mu dan Ryan” . Ku tatap wajah ayahku sekali lagi, “Ayah tidak salah, tidak perlu minta maaf seperti ini” kataku lembut pada ayah . Aku tau selama ini ayah berjuang untuk ku, kak Rafly, dan Ryan . Karena dulu sebelum ibu meninggal dan masih di rawat di rumah sakit, ayah selalu berusaha agar terlihat tenang dan ceria didepan kami semua . Padahal dalam hati ia sangat sangat tau bahwa semakin hari keadaan ibu semakin parah serta memburuk . Dia terlihat sangat memaksakan diri “Ayah jangan di paksakan, menangislah jika Ayah memang ingin menangis, Ryn tau kita harus terus melangkah ke depan . Namun Ryn rasa terkadang dengan menangis kita dapat meringankan sedikit beban yang kita rasakan “ . Ayah menatap ku lekat-lekat, dia terdiam sejenak, lalu memelukku . “Ayah minta maaf jika ini semua salah ayah, sejak ibu tiada ayah bingung ingin melakukan apa . Tapi kamu harus tau Ryn, ayah akan selalu menyayangi kalian” ayah berkata seperti itu di pundakku dan mulai menangis . Dalam hati aku memohon pada Tuhan agar kami semua bisa tabah dan terus menjalani kehidupan di dunia . Amin .
  Hari ini aku masuk sekolah lagi, sudah seminggu lamanya aku tidak masuk . di sekolah, banyak teman dan guru-guru yang menanyakan keadaan ku sekeluarga . Jujur aku masih belum sembuh benar dari luka ditinggal ibu ku, sekarang kakak ku tersayang mendapat giliran dipanggil oleh tuhan . Oleh karena itu lah aku menjawab semua pertanyaan mereka hanya dengan anggukan kecil . Saat aku berjalan menuju  kelas, aku melewati ruangan klub sepakbola . Disana terpampang wajah para pemain inti klub sepakbola sekolah ku, KARINIAR School . Dan disitu juga ada seseorang yang wajahnya begitu ku kenal . Pada barisan kedua dengan nomor baju 7 sedang tersenyum lebar dengan kedua tangan memegang sebuah piala kemenangan . Aku menatap foto itu dengan sangsi, air mata ku kembali tumpah . Aku terduduk lunglai, didepan mata ku banyak orang yang lewat didepan ku  . Ada yang berhenti sejenak untuk melihat ku, namun ada juga yang begitu sja melewati ku seakan aku tak ada . Tiba-tiba kulihat sebuah sepatu cads berwarna merah berhenti agak lama di depan ku . Kuangkat wajah ku untuk melihat . April . Dia menatapku sendu, ia lalu mengulurkan tangan nya pada ku . Aku diam saja tidak bergeming atau bergerak sedikit pun . Ia lalu memaksa ku, sifat keras kepalanya muncul . Ditariknya tangan ku yang lemah dengan paksa . Dipaksanya aku berlari menuju kelas bahasa Prancis ku hari ini .
  Didalam kelas ku sudah ada Monsieur Dufrage yang duduk manis dengan rambut klimis dan kacamata bulatnya . “ Excusez-moi, Monsieur. (Maaf pak)” kata April dengan aksen Prancis-nya yang sangat sempurna . Tak heran jika dia menjadi murid kesayangan Monsieur Dufrage “Oh iya..iya.. silahkan masuk” katanya dengan bahasa Indonesia nya yang masih belepotan . Sebenarnya berada dalam kelas bahasa Prancis selama dua jam pelajaran bagaikan dua tahun bagi ku . Monsieur Dufrage lebih bercakap-cakap bahasa Prancis bersama April . Ketika berbicara dengan April, fikirannya menerawang jauh kembali ke masa lalunya . Aku berjalan dengan lunglai ke mejaku, membenamkan wajah ku kedalam lingkupan tangan ku sampai waktu istirahat tiba . Dan memikirkan apa yang bisa ku perbuat sekarang .
  Akhir-akhir ini aku sering melihat april melamun, tubuhnya terlihat lebih kurus dari biasanya, apalagi kantong matanya, jelas sekali ia terlihat jarang tidur dan istirahat ketika kutanya jawabannya hanya berupa gelengan “ Aku gak apa-apa kok Rin.. Sebaiknya kamu mencemaskan dirimu sendiri “ katanya berusaha meyakinkan ku .
  Telah dua bulan sejak kematian kak Rafly, kami sekeluarga mulai merasa leboh baik . Tapi bukan berarti kami telah melupakan kak Rafly . Terkadang ada rasa hampa dan kekosongan dalam hati ku . Kak Rafly dan Ibu . Ya, mereka lah yang membuat sebuah kekosongan di hati ku . Kekosongan yang takkan pernah terisi lagi . Sekarang hati ku hanya Ryan, Ayah serta Tuhan ku . Allah SWT .
  Walaupun begitu sampai sekarang aku masih menolak jika Ryan, Ayah dan april mengajak ku untuk ke makam ibu dan Kak Rafly . Aku sendiri belum tau apa alasan ku menolaknya, padahal dalam hati aku sangat merindukan mereka . Hanya saja kurasa, pergi ke makam mereka hanya akan membuat ku sedih secara berlarut-larut .
  Akhir-akhir ini April jarang masuk sekolah . Bahkan dia sering alpa latihan basket, padahal di klub basket putri, dia lah yang paling rajin masuk dan tidak pernah alpa . Aku sangat heran dengan perubahan fisik dan kelakuannya . Meski pada ku ia tidak pernah kasar, namun kenapa dia membolos latihan klub basket . Aku merasa agak jengkel dengannya, karena sebulan lagi akan ada pertandingan basket putri antar sekolah . Sampai pada suatu hari aku bertengkar dengannya .
  “Hari ini hujan deras sekali Ryn... kita berteduh disini saja yah” katanya seraya menarikku menuju sebuah  .
  “Dua tahun lalu, ketika hawa dingin seperti ini ibumu pasti akan membuatkan kita berdua coklat panas . Lalu kita duduk berimpitan di depan perapi__” kata-katanya terhenti karena aku membekap mulutnya . “Tolong April berhenti membicarakan itu “ kataku agak berteriak padanya . “Kenapa Ryn..? kau selalu saja menolak jika aku membicarakan hal tentang ibumu maupun Rafly “ katanya masih ngotot bahwa dia tidak bersalah . “ Terserah aku kapan aku ingin membahasnya jika aku memang menginginkannya, tetapi aku tidak ingin . Dan kau  tahu itu “ kata ku, suara ku mulai meninggi . “ Lalu kenapa kau tidak membicarakannya ? Kau pecundang Ryn “ katanya dengan suara yang masih tenang-tenang saja . “ Kau.. kenapa kau jarang masuk sekolah ? Pertandingan basket tidak lama lagi..!!! Kenapa? Kau takut kalah ? Pecundang “ .
  “Itu bukan urusan mu Ryn “ suaranya tidak lagi tenang . “Kenapa ? lalu kenapa kau mengurus yang bukan urusanmu hah..?” kataku tidak sabar . “ Baik kalau itu maumu ! “ April berkata seperti itu seraya beranjak pergi, dia berlari di tengah hujan . Awalnya aku ingin mengejarnya, namun sifat egois ku muncul . Aku berbalik untuk pulang, walau ditengah derasnya hujan .
  Tiba-tiba sebuah mobil berhenti disamping ku “Ayo naik, kau pasti butuh tumpangan saat hujan seperti sekarang . Apa kau Ryn ? “ kata seorang ibu yang sepertinya seumuran dengan ibu ku . “ Ya. Tapi maaf, darimana anda tau ? “ kataku sedikit penasaran “Oh aku sering melihatmu di rumah April, rumah ku di depan rumah April “ katanya sambil mempersilahkanku masuk ke mobil nya .
  “Kau dari mana ? “ tanyanya . “Dari sekolah “ jawabku singkat . “Apakah tidak ada yang menjemputmu ?” tanyanya lagi . “ Ayah ku sibuk “ aku tau ini tidak sopan untuk dikatakan, tapi aku benar-benar malas berbicara sekarng .
  “ Apakah ibumu tidak cemas ? “ . Hati ku mencelos . Awalnya aku tidak mengatakan apapun . Aku benci saat hal seperti ini terjadi . Aku ingin wanita itu menghentikannya, namun ia masih terus menyetir sambil sesekali menatap ku, menunggu jawaban ku .
  “Tidak,” kataku. “Dia tidak akan keberatan.” Kataku dengan suara kecil hampir terdengar seperti bisikan . Namun wanita it tetap mendengarnya .
   “Sungguh? Aku pasti akan cemas jika aku sekarang yang jadi ibumu” . katanya lagi . Ia tidak sadar, benar-benar tidak tau jika pertanyaannya itu menusuk-nusuk hati ku . “ Yah, ibu ku sudah tidak ada,” jawab ku . “Maksudku hanya ada Ayah yang mengurusku .
  “Mereka bercerai ? “ tanyanya lagi .
  Aku menggeleng .
  “Oh, Aku mengerti . Yah maafkan aku”. Ia mengulurkan tangan dan menepuk lutut ku . “Itu buruk sekali . Apa yang terjadi padanya ?”
 Aku hanya menatap kosong ke arah jalanan yang penuh hujan dan berkilat-kilat, lalu aku menunduk menatap kaki ku .
  “ Maaf. Kalau kau tidak ingin membicarakannya, tidak apa-apa .” Namun secara tak terduga aku mendengar suara ku sendiri yang berkata “Kanker,” kemudian aku menceritakannya . Bagaimana itu terjadi . Bagaimana hal itu datang dengan cepat dan di saat bersamaan rasanya seperti selamanya, bagaimana hari-hari terasa lama namun juga cepat . Bagaimana Ibu yang tidak pernah memeriksakan diri . Bagaimana selama bertahun-tahunia tidak pernah ke dokter karena ia merasa baik-baik saja, atau menurutnya demikian . Ibu dan Ibunya April dulu sering bercanda akan hal itu, bagaimana mereka berniat tidak akan check-up ke dokter ataupun rumah sakit .
  Hari itu di taman ibu mengatakan pada keluarga ku pada saatia akhirnya check-up__ketika ibu ku menyadari ada sesuatu yang aneh dalam dirinya, bahkan sebenarnya ia kelelahan dan lemah itu bukan karena dia bekerja hingga larut malam atau karena usianya semakin tua . Tapi karena dia mengidap kanker ganas yang telah menyebar dari hati kemudian ke limpa nya dan sudah mulai menjalar ke tulangnya . Ke semua organ . Ia tidak punya banyak waktu lagi, walaupun mereka mengira mungkin...awalnya...sesuatu bisa di lakukan . Tapi pada akhirnya memang tidak ada yang bisa dilakukan . Aku dan yang lain sudah pasrah akan kehendak tuhan .
                                                          
  Telah seminggu lamanya aku tidak melihat April, aku tidak tahu apa yang terjadi padanya . Hingga pada suatu malam ayah membangunkanku “ Ryn, tadi ibunya April menelpon . Dia meminta kamu datang ke rumah sakit, April keadaannya kritis . Dan ibunya merasa dia...........tidak akan lama lagi “ kata Ayah padaku dengan suara tercekat . Aku tahu ayah sudah menganggap April anaknya sendiri . Aku bergegas ke rumah sakit bersama ayah, malam ini hujan deras disertai petir yang bersahut-sahutan . Aku tidak merasa kedinginan sedikit pun, bahkan tubuh ku terasa panas . Tuhan selamatkan sahabatku.. lirih ku dalam hati .
  Sesampainya di rumah sakit aku berlari menuju Nyonya Frank (Ibu April) aku memeluknya erat . Lalu kulirik April, matanya mengedip lemah . Ku peluk tubuh lemahnya, menangis sejadi-jadinya . “Mengapa kau tidak bilang pada ku ?, harusnya kau bilang pada ku” . Tangisku berubah menjadi tangisan marah . Tiba-tiba aku menyadari sesuatu, rambut April tak ada . Tuhan bantu dia, kumohon . Ku peluk April lebih erat lagi, ku genggam tangannya . Tiba-tiba kurasa tubuhnya seperti ingin jatuh, lalu ia berbisik lirih di telinga ku “ Maafkan aku Ryn, boleh aku minta tolong sesuatu pada mu ?” . Mendengar itu aku mengangguk dengan cepat . Dan dia berkata lagi “Menangkan pertandingan basket itu untuk ku....” Aku kembali mengangis, kugenggam tangannya lebih erat . Ada yang aneh, tangannya dingin sekali . Ku lepaskan pelukan ku, ku tatap wajahnya . Matanya tertutup dengan tenang, wajahnya tersenyum . Dokter yang di sebelahku memeriksa denyut nadinya . “Ia telah tiada “ kata dokter itu . Ayahku langsung berkata “Innalillahi wainna ilaihi rojiun “ . “Tidakkk..... Aprill bangun..!!!!”
                                                      
  Hari ini aku kembali memakai gaun hitam konyol ku.... Untuk yang ketiga kalinya . Kulihat kembali orang-orang asing itu, sama persis pada waktu kematian Kak Rafly . Namun pada hari itu aku masih bisa pergi berlari menuju rumah April untuk menangis di pundaknya . Sekarang Ryan lah yang memelukku, karena sekarang dia sudah lebih tinggi satu centi dari ku . Selamat tidur panjang April .
                                                      
  Hari ini pertandingan basket antar sekolah di mulai, aku memang tidak sepandai April bermain basket . Namun aku telah bertekad untuk memenangkan pertandingan ini . Ku lihat di kursi penonton, ada ayah dan ibu April . Juga ada ayah dan Ryan . Serta  ada ibu, kak Rafly, dan April yang sedang tersenyum pada ku . Ku mulai pertandingan ini dengan “Bismillah” . Pertandingan telah berjalan kurang lebih 10 menit, aku telah memasukkan 2 bola ke ring lawan . Namun lawan ku pun telah memasukkan 2 bola juga ke ring ku . Sisa 5 menit lagi, aku akan memenangkannya April . Ku bawa bola itu menuju ring lawan dan ku pantulkan ke papan ring dan.... yeeaaaahh... Masuk, permainan telah berakhir . Sekolah ku memenangkannya . Aku berlari membawa piala ini ke makam April, sesampainya disana “April, aku memenangkannya, piala ini ku menangkan untuk mu” kata ku bersemangat . Aku kemudian menuju makam ibu ku “Ibu, aku tahu ibu tidak terlalu menyukai perempuan yang bermain basket . Namun aku melakukan ini untuk mewujudkan cita-cita April” kataku seraya menaruh sebuah karangan bunga berwarna putih kesukaan ibu . Aku lalu berjongkok di samping makam kak Rafly, “Kak aku sudah makin mahir bermain sepatu roda, bahkan aku sudah mulai mengajari Ryan . Terima kasih ya kak .” Ukkhh air mata ku mulai menetes, namun cepat-cepat ku hapus .
   Tuhan jagakan ibu, Kak Rafly, dan April ya..
   Ibu, kak Rafly, April... doa ku disini tidak putus untuk kalian .....


                              TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar